Selasa, 18 Agustus 2009

Kebun Raya Bogor, Wisata Kelas Internasional



Terdapat di jantung Kota Hujan, Kebun Raya Bogor menyimpan ribuan koleksi tanaman. Belum lagi, Kebun Raya yang Mei lalu berulangtahun ke-182 juga menjadi “surga” aneka macam burung. Ada kiat tersendiri untuk menikmatinya.
Awam yang memasuki area Kebun Raya Bogor yang luasnya 87 Ha pasti merasa bingung. “Mulai dari mana, ya?” Lantaran tak paham itu banyak orang lantas hanya berputar-putar tanpa juntrungan sambil coba-coba mengeksplorasi sendiri bagian-bagian yang dianggap menarik. Padahal, menurut Ir. Sugiarti, kepala seksi jasa ilmiah Kebun Raya Bogor, dari sisi koleksi dan kegiatan ilmiahnya, kebun raya ini tercatat sebagai kebun botani terbaik no. 6 di dunia dan no. 1 di Asia Tenggara.Sebagai museum hidup, kebun raya yang berada di tengah Kota Bogor ini mempunyai 3.504 spesies, terbagi dalam 1.273 genera dan 199 famili. Untuk menikmatinya, pada tahun 1997 diterbitkanlah Empat Rute Jalan Kaki dengan Panduan Kebun Raya Bogor sebagai buku penuntun bagi pengunjung.

Bunga bangkai sang primadona
Rute satu membutuhkan waktu sekitar 60 menit, bisa dilalui kereta anak dan kursi roda. Sejumlah objek menarik bisa ditemui, antara lain laboratorium Treub, koleksi palem, hutan bambu, kuburan tua Belanda, dan sisi belakang Istana Bogor. Rute ini diawali dari pintu masuk utama yang dihiasi arca manusia-gajah, Ganesha.

Lepas dari pintu gerbang utama, terbentanglah jalan sepanjang 450 m, Jalan Kenari I. Namanya diperoleh dari pohon-pohon kenari (Canarium commune) yang menghiasi kedua sisinya. Deretan pohon yang indah itu ditanam atas prakarsa Johannes Elias Teysmann, kurator dan penata taman, pada tahun 1932.

Tanaman keluarga Burseraceae ini berasal dari Maluku. Disebut pohon kenari lantaran bentuk buahnya seperti perut burung kenari. Isi biji buahnya dapat dibikin kue. Tempurungnya yang keras bisa “disulap” jadi cincin, kalung, atau gantungan kunci.

Di perempatan pertama Jalan Kenari I, sebelum monumen Lady Olivia Marianne Raffles, kita belok ke kiri untuk berjalan di bawah pergola yang di musim hujan digelayuti bunga-bunga hijau tanaman kuku macan. Lurus ke depan, di sisi kiri jalan aspal terdapat Laboratorium Treub, khusus untuk penelitian Fisiologi dan Biokimia Tumbuhan. Di sebelahnya, berdiri rumah direktur Kebun Raya yang lama, yang sekarang sudah berubah fungsi jadi rumah-inap tamu kebun raya.

Rumah inap ini dibangun tahun 1884 bersamaan dengan didirikannya laboratorium botani oleh Dr. Milchior Treub. Laboratorium yang kemudian disebut dengan namanya itu telah mengalami perluasan tahun 1914. Sedangkan rumah inap bisa disewa masyarakat umum dengan tarif Rp 40.000,- per orang per kamar semalam, termasuk sarapan pagi.

Di seberang rumah inap nampaklah kebun hutan dengan pepohonan besar menaungi tanaman di bawahnya. Ada beragam suku bawang-bawangan, ararut, dan temu-temuan. Pada blok XI B dan XII B tumbuh spesies Amorphophallus titanum alias Bunga Bangkai yang beken itu. Termasuk suku araceae (talas-talasan), Bunga Bangkai berasal dari Sumatra.

“Tanaman ini merupakan maskot Kebun Raya Bogor,” tutur Sugiarti berpromosi. Meski dipublikasikan pertama kali tahun 1878 oleh Beccari, ahli botani asal Italia, baru 1915 Kebun Raya Bogor mulai mengoleksi tanaman ini.

Keunikannya, ia memiliki 2 siklus hidup, yaitu generatif dan vegetatif. Fase vegetatif ditandai oleh pertumbuhan batang, akar, dan daun dari umbinya. Ketika tiba fase generatif muncul tunas bunga berbentuk kerucut. Warna-warni bunganya, paduan antara violet, kuning, merah darah, dan hijau kekuning-kuningan, membuatnya amat mempesona. Sesudah 4 – 6 minggu, bunga akan mekar sempurna tapi … mengeluarkan bau busuk, seperti bau bangkai. Bunga yang tergolong raksasa ini pernah mekar mencapai ketinggian lebih dari 2 m. Sayang sekali fase pembungaannya cukup lama, berkisar 2 – 5 tahun.

Di blok III terdapat kawasan hutan bambu, dengan pekuburan Belanda di tengahnya. Tahun 1920, dua orang ahli ilmu burung (ornitologis) asal Belanda, H. Kuhl dan J.C. van Hasselt, meninggal dan dikuburkan di sana. Yang paling baru adalah makam Prof. Dr. A.A.J.G.H. Kostermans yang meninggal tahun 1994. Pantas saja ia dimakamkan di sana, setelah selama sekitar lima puluh tahun dengan tekun mempelajari botani di Indonesia. Hingga akhir hayatnya ia berkantor di Herbarium Bogoriense, di seberang Kebun Raya.

Keluar dari hutan bambu, berbelok ke kanan, kita akan sampai di ujung Jalan Kenari I. Dari situ tampak sisi belakang Istana Bogor. Adakalanya kawanan rusa axis (Axis-axis) yang lucu karena totol-totol putihnya asyik merumput di hamparan rumput hijau. Cikal-bakal rusa-rusa ini sebenarnya berasal dari India. Mereka diimpor oleh gubernur jenderal Belanda ketika masih tinggal di sana. Dari sepasang kini rusa totol itu telah berkembang biak menjadi ratusan ekor.

Di sepanjang Jalan Kenari I kita dapat menikmati keindahan Kolam Gunting yang membentang di sisinya. Ada pulau kecil di tengahnya, penuh tumbuhan dan meriah dengan celoteh kawanan burung kowak (Nycticorax nycticorak). Selain itu ada burung-burung tamu, seperti kuntul perak kecil dan burung udang/cekakak.

Kebun Raya Bogor dapatlah disebut “pulau surga” tempat berlindung aneka burung, di tengah kota yang makin pengap. Tercatat lebih dari 50 jenis burung berlindung di sini. Pagi hari, sebelum banyak pengunjung berdatangan, kicauannya amat marak. Ada kepodang, ada kutilang. Burung khas Kebun Raya Bogor yang lain adalah walik kembang yang pemalu tapi suara “wouk-wouk”-nya tak dapat disembunyikan.

Bertemu “Ratu Malam”
Koleksi pandan, palem, Kolam Victoria, dan kesempatan mampir di Cafe Botanicus, ada di Rute Dua. Rute ini juga dimulai dari perempatan Jalan Kenari I tapi belok ke kanan. Pemandangan spektakuler langsung menyongsong kita dari jarak 20 meter: pohon Koompassia excelsa. Kempas atau kayu raja memiliki akar papan menakjubkan sebagai penunjang batang pohon yang tingginya mencapai 50 m dengan diameter 1,5 m. Pantas diberi atribut pohon raksasa. Pohon asal Kalimantan ini berkayu sangat kuat, keras, dan berat. Kulitnya bisa untuk obat rematik. Pohon dari keluarga polong-polongan yang mulai langka ini sudah berusia 85 tahun.

Di blok II A dan II C terdapat tanaman penghasil serat rami, suatu suku tumbuhan yang banyak jenisnya dan menghasilkan serat yang kuat dan awet untuk tali temali, tikar, jaring ikan, dsb. Belok kanan, kita menuju koleksi pandan dengan perakaran yang indah dan tatanan daunnya berbentuk spiral.

Beberapa meter setelah melewati jembatan di atas aliran S. Ciliwung, lurus ke depan, di sebelah kanan terdapat Kolam Victoria dengan beragam tumbuhan airnya. Teristimewa teratai raksasa atau Victoria amazonica dari kawasan amazon, Brasil. Daunnya bergaris tengah 1 – 1,5 m. Bunganya yang indah, berwarna putih muncul seminggu sekali. Uniknya, warnanya berubah merah jambu setelah 2 – 3 hari. Di kawasan subtropis, tanaman ini hanya berbunga setahun sekali dan cuma semalam. Mekarnya pun tengah malam, sehingga tanaman ini sering disebut “queen of the night” alias “Ratu Malam”.

Dalam perjalanan kembali ke awal rute II, persis di pinggir Kolam Gunting kita akan berjumpa dengan pohon tertua di Kebun Raya Bogor. Tanaman dari bagian selatan Cina ini ditanam tahun 1823, namanya Litchi chinensis. Meski masih subur dan sehat, “kakek” berusia 176 tahun ini sudah enggan berbuah lagi. Padahal, karena masih satu keluarga dengan rambutan, rasa buahnya pun mirip rambutan.

Rute Dua berakhir setelah menyusuri Jalan Kenari I kembali ke pintu utama.

Mampir di Cafe Botanicum
Sama dengan Rute Satu dan Dua, Rute Tiga dimulai dan berakhir di pintu utama. Rute III mengikuti rute II sampai ke blok 1 K, lalu lurus ke Taman Meksiko. Di sana, sebagian besar merupakan tanaman asli daerah kering atau semi di Amerika Latin.

Setelah melewati jembatan gantung pertama (ada dua jembatan gantung di sana), sebelum sampai di Cafe Botanicus, ada kawasan mirip hutan alam. Ada koleksi paku-pakuan dan tanaman rempah-rempah. Juga dijumpai kayu besi/ulin (Eusideroxylon zwageri). Kayu ini tercatat paling berat, paling keras, dan paling awet (bisa bertahan 80 tahun). Satu meter kubik kayu ini beratnya 1.200 kg. Sehingga terutama digunakan untuk bangunan pelabuhan dan bantalan rel kereta api.

Selepas Cafe Botanicus, melewati kolam Victoria, kita menyeberang S. Ciliwung lagi. Begitu belok ke kiri terdapat sebagian besar dari 288 spesies palem yang dimiliki Kebun Raya. Inilah koleksi palem paling lengkap di dunia.

Ada aren dan lontar. Keduanya merupakan palem penghasil gula. Pohon lontar dewasa (dengan lima tandan bunga) bisa menghasilkan sekitar 6,7 l nira per hari. Kelapa (Cocos nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guineensis) sebagai penghasil minyak goreng. Pohon induk kelapa sawit yang turunannya sekarang tersebar di seluruh Asia Tenggara berasal dari Kebun Raya Bogor. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa dilihat di Kebun Raya Bogor.

Rotan merupakan kelompok palem yang paling banyak digunakan sebagai bahan anyaman berkualitas tinggi. Palem hias, antara lain pinang merah, palem hitam, dan palem raja.

Di seberang koleksi palem-paleman ini terlihat pohon damar (Agathis dammara) “berbuah” kalong, sehingga disebut pohon kalong. Kalong buah (Pteropus vampyrus) aktif mencari makan selepas matahari terbenam. Daerah jelajahnya meliputi radius 40 – 50 km. Binatang ini bermoncong mirip anjing, berat badan hingga 1,5 kg, dan rentang sayap mencapai 1,5 m.

Kawanan kalong memilih tempat tinggal di pohon-pohon tinggi bertajuk tipis. Barangkali demi kenyamanan dan keamanan. Namun mereka terpaksa harus berpindah-pindah pohon, karena kotoran dan air kencingnya lama-kelamaan bisa menyebabkan daun-daun pohon itu berguguran, dahan patah, dan akhirnya pohon mati. Rute ini berakhir dengan mengitari kolam air mancur, berbelok ke kiri untuk menuju ke pintu utama.

Banyak pohon Tarzan
Rute Empat dimulai dari Cafe Botanicus menuruni jalan aspal ke arah kanan menuju ujung Jalan Astrid. Nama itu adalah kenangan manis saat Putri Astrid dari Belgia datang berbulan madu bersama suaminya, Pangeran Leopold, tahun 1928. Pohon-pohon damar di kedua sisi jalan ini ditanam tahun 1931.

Memotong Jalan Astrid, kita menyusuri jalan aspal di sisi kiri padang rumput. Di kanan jalan nampak anggrek macan menempel ketat di sebatang pohon. Jenis anggrek ini berbunga dua tahun sekali. Panjang tangkai bunganya 1 – 2 m, dengan lebih dari 100 bunga pada setiap tangkainya. Luar biasa.

Sebelum melintasi jembatan gantung merah (jembatan gantung kedua), dapat diamati keseluruhan Jalan Kenari II. Di kedua sisi jalan, pohon-pohon kenari menjulang dan seolah dililit tanaman liana, yang dikenal sebagai pohon Tarzan. Tanaman merambat itu melingkar, melilit dan meliuk seperti ular.

Selewat jembatan, lurus melewati makam Mbah Jepra terdapat dua pohon raksasa. Yang berkulit licin coklat-hijau adalah jenis beringin (Ficus albipila), diduga merupakan spesimen satu-satunya di Indonesia. Satu lagi pohon meranti bunga (Shorea leprosula) yang ditanam tahun 1870.

Dari posisi tanaman besar ini, ada jalan setapak menanjak di sisi pagar istana. Melihat ke arah balik pagar Istana Bogor, kembali kita mengintip pemandangan tenang nan damai ratusan rusa totol sedang merumput di halaman depan istana. Lurus menyusuri jalan setapak di sisi pagar istana ini, kita lalu belok ke Kolam Air Mancur, selanjutnya berakhir di pintu utama Kebun Raya.

Ingin lebih sip lagi, sewalah pemandu. Ada pemandu berbahasa Indonesia, Inggris, Belanda, Jerman, atau Jepang. Tinggal pilih. Nyatalah Kebun Raya menawarkan wisata bermutu kelas dunia. Kenapa tak mencobanya? (Matt C. Dee)